IQNA

Surah-Surah Alquran/ 109

Pendapat Islam tentang Pluralisme Agama dalam Surah Al-Kafirun

8:29 - August 29, 2023
Berita ID: 3478844
TEHERAN (IQNA) - Dalam salah satu ayat Alquran, Allah memerintahkan Nabi Islam (saw) untuk meminta orang-orang kafir agar memiliki agama mereka sendiri. Ada pula yang berpendapat bahwa ayat ini merupakan bukti persetujuan Islam terhadap pluralisme agama.

Surah keseratus sembilan Alquran disebut "Al-Kafirun". Surah ini berada di juz 30 dengan enam ayat. Al-Kafirun yang merupakan surah Makkiyah, adalah surah ke-18 yang diturunkan kepada Nabi Islam (saw).

Surah ini disebut "Al-Kafirun" karena surah ini tentang orang-orang kafir dan kata ini terdapat pada ayat pertama surah ini. Dikatakan bahwa surah ini diturunkan ketika sekelompok orang kafir menyarankan agar mereka hidup sesuai dengan agama Nabi Islam (saw) untuk sementara waktu dan agar Nabi (saw) mengikuti agama mereka untuk sementara waktu.

Dalam surah ini, Allah memerintahkan Nabi (saw) untuk mengungkapkan penolakannya terhadap agama penyembahan berhala dan menyatakan bahwa ia tidak memiliki keinginan atau minat terhadap agama orang-orang kafir dan tidak akan berdamai dengan mereka. Ia juga menginformasikan bahwa orang-orang kafir juga tidak menerima agamanya; oleh karena itu, agama Islam tidak digunakan dan diterima oleh mereka, dan agama orang-orang kafir juga tidak diterima oleh Nabi Islam (saw); karenanya, orang-orang kafir hendaknya tidak berharap bahwa Nabi akan berdamai dengan mereka.

Surah ini adalah misi Allah swt kepada Nabi Islam (saw) untuk menjawab orang-orang kafir. Pada tiga ayat pertama terdapat makna bahwa Allah memerintahkan Nabi saw untuk menyembah-Nya selama-lamanya, dan memberitahukan kepada orang-orang kafir bahwa mereka tidak akan pernah menyembah Allah, sehingga tidak ada titik temu antara umat Islam dan orang-orang kafir dalam beragama. Tentunya selama orang-orang kafir tetap memeluk agamanya, sebaliknya pada berbagai zaman orang-orang kafir masuk Islam dan juga menyembah Tuhan.

Konsep ini diulangi dalam ayat-ayat berikutnya:

وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ؛ وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.” (QS. Al-Kafirun: 4-5)

Pengulangan ini menekankan pesan surah ini. Ditegaskan juga bahwa Nabi (saw) harus sibuk menyembah Allah swt kapan saja dan dalam situasi apa pun.

Ayat terakhir benar-benar memisahkan jalan umat Islam dari orang-orang kafir:

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. Di sini, sebagian orang mungkin mengatakan bahwa Islam telah menyetujui pilihan agama orang-orang kafir dan musyrik, atau dapat dipahami bahwa Allah meminta Nabi (saw) untuk tidak menentang orang-orang kafir. Ada juga yang menganggap ayat ini berarti persetujuan Islam dengan “pluralisme agama”, namun persepsi tersebut tidak mungkin benar, karena Islam selalu berupaya mengajak umatnya kepada tauhid dan menjauhi kekafiran dan musyrik.

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa kata “din/agama” dalam ayat ini bukan berarti agama dan mazhab, melainkan berarti pahala dan hukuman; oleh karena itu, makna ayat ini adalah setiap golongan akan mendapat siksa atau pahalanya berdasarkan agama dan caranya. (HRY)

captcha