Menurut laporan IQNA dilansir dari Aljazeera, sekelompok pemimpin pengungsi Rohingya untuk pertama kalinya bertemu dengan sejumlah perwakilan PBB dan organisasi internasional lainnya, yang berjanji untuk menyiapkan sarana pendidikan sekitar setengah juta anak-anak pengungsi Rohingya di kamp-kamp Cox’s Bazar.
Pada pertemuan itu, mereka mengajukan pertanyaan tentang keengganan mereka untuk secara resmi mendidik anak-anak, kurangnya program pendidikan formal di kamp, dan alasan untuk tidak berkonsultasi dengan warga Rohingya.
“Kami telah tinggal di kamp-kamp ini selama dua tahun dan tidak memiliki akses ke pendidikan. Mengapa ini harus terjadi? Kami punya banyak masalah di sini. Kami membutuhkan pendidikan agar tidak menjadi generasi yang hancur,” kata Khin Maung, seorang aktivis Rohingya yang menghadiri pertemuan itu
Sesuai dengan pedoman PBB, anak-anak pengungsi harus dididik sesuai dengan kurikulum negara tuan rumah mereka atau negara mereka sendiri.
Pemerintah Myanmar tidak mengizinkan penggunaan program pendidikan Myanmar di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh sejak Oktober 2017 setelah penindasan hebat Muslim Rohingya di Rakhine, yang menyebabkan terlantarnya ratusan ribu dari mereka.